Simalungun- Hatonduhan, 7 Oktober 2025 – Proyek pembangunan saluran drainase di Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Bukan karena kemajuan pembangunannya, melainkan karena minimnya informasi yang tersedia dan dampaknya yang memperparah kondisi jalan. Proyek yang seharusnya menjadi solusi atas permasalahan genangan air, justru menambah masalah baru bagi warga.

Salah satu hal yang paling disoroti adalah tidak adanya plank proyek di lokasi pengerjaan. Padahal, plank proyek merupakan sumber informasi penting bagi masyarakat. Di dalamnya, seharusnya tertera detail mengenai nama proyek, sumber pendanaan, nilai anggaran, kontraktor pelaksana, konsultan pengawas, serta jangka waktu pengerjaan. Ketiadaan plank ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai transparansi dan akuntabilitas proyek.

Lebih lanjut, warga mengeluhkan pengalihan aliran air dari saluran drainase yang sedang dibangun ke badan jalan. Akibatnya, jalan simpang palang Tonduhan menuju Nagori Tonduhan dan Jawa Dipar, Kecamatan Hatonduhan, yang memang sudah dalam kondisi rusak, kini semakin parah. Lubang-lubang semakin menganga, genangan air semakin meluas, dan kondisi jalan semakin membahayakan pengguna jalan, terutama pengendara sepeda motor.

“Kami sangat kecewa dengan kondisi ini. Proyek drainase seharusnya membantu kami, bukan malah menambah masalah. Jalan yang sudah rusak semakin parah karena air dialihkan ke sini,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Pada hari Selasa, 7 Oktober 2025, sejumlah awak media yang berada di lokasi mencoba mencari informasi lebih lanjut mengenai proyek ini. Mereka mempertanyakan keberadaan plank proyek kepada seorang pria yang mengaku sebagai kepala tukang. Namun, jawaban yang diberikan justru menimbulkan kebingungan. Pria tersebut mengatakan bahwa plank proyek berada di pintu air. Tentu saja, jawaban ini tidak memuaskan para wartawan dan masyarakat yang ingin mengetahui detail proyek.

Pangulu (Kepala Desa) Buntu Bayu, Palan Manurung, membenarkan bahwa proyek drainase ini bukan berasal dari dana desa, melainkan dari Dinas Pengairan Kabupaten Simalungun. Hal ini semakin memperjelas bahwa proyek ini merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

Kondisi ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Mereka mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan yang transparan dan akuntabel. Mereka juga menuntut agar kontraktor pelaksana segera memasang plank proyek dan menghentikan pengalihan air ke badan jalan.

Selain itu, masyarakat juga mendesak pemerintah daerah untuk segera memperbaiki jalan yang rusak akibat proyek drainase ini. Jalan yang layak dan aman merupakan infrastruktur penting yang menunjang aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Jika jalan rusak, maka aktivitas masyarakat akan terganggu dan perekonomian daerah akan terhambat.

Proyek drainase di Buntu Bayu ini menjadi contoh nyata bagaimana sebuah proyek pembangunan yang seharusnya memberikan manfaat, justru menimbulkan masalah baru akibat kurangnya transparansi dan perencanaan yang matang. Masyarakat berharap agar pemerintah daerah dapat belajar dari pengalaman ini dan meningkatkan kualitas pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di masa mendatang.

“Kami berharap pemerintah daerah segera bertindak. Jangan biarkan kami terus menderita akibat proyek yang tidak jelas ini. Kami butuh jalan yang bagus, kami butuh drainase yang berfungsi dengan baik, dan kami butuh informasi yang transparan,” pungkas seorang tokoh masyarakat Buntu Bayu dengan nada penuh harap. (Tim)